Sabtu, November 05, 2011

Mempertanyakan Integritas New 7 Wonders

Sabtu, November 05, 2011

Jakarta  - Sejak Komodo (Varanus commodoensis) diumumkan pada 21 Juli 2009 oleh New 7 Wonders Foundation sebagai salah satu dari 28 keajaiban dunia, sorak dan respons serta dukungan masyarakat Indonesia membuncah.

Tidak saja bagi masyarakat Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), tapi hampir seantero masyarakat Indonesia berharap cemas sembari menggalang dukungan, agar hewan purba yang menyimpan keunggulan spesifik kepariwisataan itu, lolos dalam seleksi Yayasan New 7 Wonders sebagai salah satu diantara 7 keajaiban dunia.

Namun baru saja euforia itu membumbung, masyarakat Indonesia dibuat kecewa karena New7 Wonders dikabarkan bakal menganulir Pulau Komodo sebagai calon dari salah satu diantara 7 keajaiban dunia, karena pemerintah Indonesia dinilai tidak kooperatif dalam setoran dana fee serta keberatan pemerintah Indonesia sebagai panitia penyelanggaran penganugerahan Komodo sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia.


Kendatipun demikian, perlu kita camkan bahwa, Komodo tidak saja bernilai ekonomi. Selain itu, Komodo pun menjadi identitas nasional yang mereduksikan simbol nilai atau falsafah hidup masyarakat NTT. Hal tersebut terlihat pada pelambangaan Komodo sebagi icon kedarehan masyarakat dan pemerintah NTT.

Terdaftaratau tidaknya Komodo sebagai salah satu 7 keajaiban dunia, Komodo tetap memiliki arti dan nilai
bagi masyarakat Indonesia secara spesifik. Olehnya itu, upaya New 7 Wonder untuk mengkapitalisasikan Pulau Komodo tentu menggurat rasa kecewa masyarakat NTT dan rakyat Indonesia pada umumnya.�

Dalam lansiran berita media (cetak dan elektronik), Komodo terancam dihapus dari 28 keajaiban dunia bila tidak menyetor 10 juta US$. Itu belum termasuk pelaksanaanya yang mengeluarkan 35 juta US$ kepada pihak New 7 Wonders.

Bahkan Yayasan New 7 Wonders mengancam jika fee tersebut tidak dibayar dan jika Indonesia tidak bersedia menjadi panitia penyelenggara penganugerahan, maka Komodo akan di-delete dari bagian 28 keajaiban dunia.

Berita yang ramai dipersoalkan di media massa ini, sontak memompa kita untuk bertanya terkait kredibilitas, kapabilitas dan integritas Yayasan New 7 Wonder. Bahwa selektivitas New 7 Wonder yang semestinya menilai secara obyektif terhadap spesifikasi dan keunikan Komodo sebagai bagian dari 7 keajabiban dunia, malah berubah mengkapitalisasikan Komodo sebagai alat memeras pemerintah Indonesia untuk kepentingan pragmatis dan bisnis New 7 Wonder.

Jika kita mengendus, gejala kapitalisasi New 7 Wonder terhadap Komodo itu sudah terasa sejak naik-turunnya Komodo dalam peringkat sementara 7 keajaiban dunia. Bahkan vote untuk Pulau komodo sempat terhapus dari situs New 7 Wonders dengan alasan kerusakan hosting.

Ini sulit diterima. Mestinya, jika New 7 Wonder obyektif, naik turunnya peringkat Komodo dalam seleksi 7 keajabain dunia ditransparansikan pada masyarakat Indonesia serta menyampaikan alasan yang lebih rasional.

Demikian pun ancaman New 7 Wonder terhadap pemerintah Indonesia dinilai berlebihan dan "cenderung memeras". Dengan demikian, kapasitas New 7 Wonder sejatinya dipertanyakan. Tidak saja oleh masyarakat Indonesia, tapi oleh seluruh masyarakat dunia yang selama ini peduli terhadap Komodo.

Lembaga yang telah mendunia ini mestinya "di-blacklist" karena tidak memiliki integritas sebagai penyelenggaran ivent bergengsi dan berskala dunia tersebut. Bahkan masyarakat dunia mesti mencurigai New 7 Wonders bahwa ada kepentingan bisnis di balik semua ini.

Jika Yayasan New 7 Wonder objektif dan transparan, mestinya semua persyarakatan terkait fee tersebut sudah disampaikan pada pemerintah Indonesia sejak pertama kali Komodo terdaftar sebagai calon peraih 7 keajaiban dunia di situs New 7 Wonder.

Apalagi namanya "kalau bukan pemerasan, jika informasi biaya fee tersebut dituntut setelah Komodo terdaftar sebagai calon dari salah satu 7 keajabiban dunia". Kasarnya, pemerintah Indonesia terkesan terjebak dalam blunder permainan bisnis kotor New 7 Wonder.

10 Juta US$ untuk Rakyat

Jika setoran 10 juta US$ itu diberikan pada New 7 Wonders, maka pemerintah salah besar. Karena dana dengan jumlah sebesar itu, mestinya diperuntukkan bagi masyarakat di sekitar Pulau Komodo.

Toh pada akhirnya terpublikasinya Komodo sebagai bagian dari 7 keajaiban dunia tersebut diharapkan berimplikasi pada terbuka lebarnya zona pariwisata yang berekses pada peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah di bidang kepariwisataan.

Namun sebaliknya, jika terdaftarnya Komodo sebagai 7 keajaiban dunia itu justru mempersulit pemerintah karena menyedot anggaran dalam jumlah besar. Sebaiknya "kita tidak perlu terburu-buru memimpikan Komodo terdaftar sebagai bagian dari 7 keajaiban dunia".

Toh terdaftar atau tidaknya pulau Komodo dalam 7 keajaiban dunia sedikitpun tidak beresiko bagi nilai jual (market value) Pulau Komodo di bidang kepariwisataan.

Dana sebesar 400 miliar itu, sebaiknya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur penunjang kepariwisataan, dengan demikian, daya tarik dan kepeminatan masyarakat dunia terhadap Pulau Komodo semakin besar. Karena yang terpenting adalah, Pulau Komodo memberikan artikulasi di sektor ekonomi dan berimpresi pada peningkatan kapasitas pendapatan ekonomi masyarakat setempat.

Lagi pula ancaman rawan pangan akibat kondisi cuaca ekstrem serta implikasi inflasi yang sulit dikendalikan di awal tahun 2011 ini, membuat kita patut "menghitung dua kali" untuk menggelontorkan uang sebesar Rp 400 miliar pada New 7 Wonder dengan rasionalisasi yang tak jelas. Sebaiknya anggaran sebesar itu diperuntukkan bagi masyarakat untuk hal yang lebih penting dan berjangka panjang.

Pemerintah Harus Tegas

Biar bagaimana pun, Pulau Komodo adalah identitas nasional Indonesia. Dikarenakan pulau yang menginagurasikan daya tarik wisatawan itu telah tersohor ke hampir seluruh dunia. Persoalan Indonesia tidak pada seberapa besar pemerintah harus menyetor fee pada New 7 Wonder, tapi pada soal harga diri kita sebagai sebuah bangsa yang tak boleh diobok-obok oleh lembaga yang tidak kredibel seperti New 7 Wonder.

Pemerintah, khususnya Kementerian Budaya dan Pariwisata, seharusnya mengambil sikap tegas terhadap New 7 Wonder, bahwa Indonesia secara resmi menarik Pulau Komodo dari seleksi 7 keajaiban dunia yang diselenggarakan oleh Yayasan New 7 Wonder. Sebab sikap tekan-menekan dan ancaman yang dilakukan New 7 Wonder telah merontokkan kredibilitas masyarakat Indonesia di mata dunia. Pada akhirnya, masyarakat Indonesia menolak segala intrik bisnis News 7 Wonders untuk mengkapitalisasikan Pulau Komodo dengan alasan apapun.

Sourced:Detik.com

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

 

© 2013 Sharing Info. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top